Jakarta -
Kisruh internal dalam asosiasi pengusaha, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia masih hangat diperbincangkan. Kadin menghadapi dualisme kepemimpinan antara Arsjad Rasjid dan Anindya Bakrie.
Arsjad merupakan Ketua Umum Kadin Indonesia hingga 2026. Sedangkan Anindya Bakrie baru terpilih setelah digelarnya Musyawarah Luar Biasa (Munaslub) pada Sabtu lalu (14/9). Namun, Arsjad menyatakan bahwa Munaslub tersebut ilegal, sehingga pengangkatan Anindya Bakrie dinilai tidak sah.
Lalu, seberapa seksi posisi Ketua Umum Kadin hingga diperebutkan?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ekonom Senior Indef, Didik Rachbini mengatakan, perpecahan di internal Kadin Indonesia telah terjadi sejak lama. Menurutnya, asosiasi pengusaha seperti Kadin memiliki posisi yang cukup kuat dan berpengaruh, apalagi mengingat Kadin juga menaungi berbagai organisasi pengusaha lainnya.
"Kadin itu kan organisasi, yang menentukan pengusaha sendiri. Kadin itu kan jabatan, ya berpengaruh. Kalau menteri dari luar negeri datang, datang ke Kadin. Kalau zaman SBY, Kadin itu kalau ada acara ya ditaruh di belakang duduknya, nggak di depan. Mungkin sekarang lebih dihormati. Zaman Pak Harto biasa-biasa saja, tapi sebagai organisasi ya penting," kata Didik dihubungi detikcom, Kamis (19/9/2024).
Didik menilai, setiap organisasi pengusaha memiliki kekuatan dan pengaruh terhadap ekonomi. Dalam hal ini, Kadin menaungi dan mengorganisir banyak asosiasi lainnya. Oleh karena itu, kondisi perpecahan ini turut mempengaruhi perekonomian Indonesia.
"Kalau Kadinnya pecah, ya ekonomi, industrinya ambles sekarang. Sekarang udah ambles industrinya, tambah ini, ambles. Industrinya udah terpuruk, PMI-nya di bawah 50%," ujarnya.
Dalam Munaslub lalu, Anindya menjanjikan untuk mendukung penuh pemerintahan baru. Ia akan segera melakukan konsolidasi bersama seluruh bagian Kadin daerah maupun dunia, mengingat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 diketok. Dengan demikian, Kadin bisa beroperasi penuh usai pergantian kepemimpinan.
Direktur Ekonomi Digital di Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda menilai, kondisi dualisme Kadin ini semakin memperlihatkan oligarki antara pengusaha dengan pemerintah. Menurutnya, pengusaha tidak akan mendapatkan keuntungan jika tidak dekat dengan kekuasaan.
Lebih jauh lagi, Nailul juga menyoroti posisi keberpihakan Arsjad dan Anindya dalam gelaran Pilpres lalu. Diketahui Arsjad mendukung paslon Ganjar Pranowo-Mahfud MD, sedangkan Anindya mendukung paslon Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
"Kita tahu Arsjad mendukung paslon capres-cawapres yang berbeda dengan pilihan istana sekarang dan capres-cawapres terpilih. Sedangkan Anin Bakrie mendukung pasangan pemenang dan istana," kata Nailul, dihubungi terpisah.
Akibat dari kondisi ini, menurutnya dunia usaha tidak akan lagi percaya sistem bisnis di Indonesia. Diproyeksikan kebijakan-kebijakan yang diambil mendukung bisnis dari Ketua Kadin terpilih.
"Jika bisnis investor merupakan saingan Ketua Umum Kadin terpilih, maka bisa dibuat barriers to entry bagi pesaing baru. Atau ada pengusaha yang sudah eksisting dan menjadi pesaing bisnis Ketua Kadin terpilih, ya siap-siap saja bisa ada masalah bisnis ke depannya," ujar dia.
"Itu lah gambaran hubungan dunia usaha dengan pemerintah kita yang oligarki. Investasi jadi akan terhambat karena intrik politik internal Kadin ini. Pada akhirnya ekonomi akan berjalan lebih lambat," pungkasnya.
(shc/ara)