Ketua Komisi II DPR Dorong Perkuat MK, Singgung Amandemen Konstitusi

1 week ago 4
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia berbicara soal evaluasi sistem pemilu hingga ketatanegaraan. Doli menilai kelembagaan Mahkamah Konstitusi (MK) perlu diperkuat, salah satunya dengan amandemen UUD 1945.

"Saya termasuk orang yang setuju bahwa ya bangsa ini kan bangsa besar, tentu hari ini kejadian atau peristiwa atau perjalanan bangsa negara kemarin itu harus dievaluasi sekarang dan kemudian kita harus punya proyeksi yang lebih baik di masa yang akan datang, termasuk sistem. Nah saya merespons dari beberapa tone yang sama sebetulnya terkait masalah politik terutama pemilu," kata Doli kepada wartawan, Selasa (10/9/2024).

"Nah saya menyimpulkan sebenarnya di elite, elite kita pascapemilu kemarin mendapat respons dari masyarakat memang kita perlu melakukan penyempurnaan sistem. Sistem apa? Mulai dari sistem pemilu, sistem politik, mungkin juga sistem termasuk sistem tata negara kita," imbuh dia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Doli mengatakan mengubah sistem tata negara itu tak sekadar merevisi produk undang-undang. Menurutnya, perlu dilakukan amandemen UUD 1945.

"Nah kalau kita bicara sistem tata negara jadi nanti ranahnya itu bukan hanya revisi UU tapi mungkin sampai amandemen UUD 1945 yang kita dengar 2-3 tahun terakhir banyak orang yang menyuarakan," ujarnya.

"Yang menyuarakan itu apakah kembali ke UUD 1945 atau kemudian kita membuat amandemen kelima, tapi saya kira 26 tahun kita reformasi terakhir kali kita 2004 ya melakukan amandemen, udah saatnya kita harus berani amandemen UUD 1945," sambungnya.

Doli kemudian menyinggung soal kelembagaan MK. Dia pun menyoroti putusan-putusan MK ibarat lembaga pembuat undang-undang ketiga setelah DPR dan pemerintah.

"Nah nanti kalau kita bicara sistem ketatanegaraan mungkin salah satu yang akan dibicarakan adalah keberadaan lembaga-lembaga negara kita itu mungkin termasuk MK. Nah spesifik soal MK, saya juga sering mengatakan bahwa putusan MK ini terkadang terasa dia sebagai pembuat UU yang ketiga, gitu. Jangan dipelintir ini," ujar dia.

"Kenapa, yang namanya dalam konstitusi kita pembuat UU itu cuma DPR dan pemerintah. Tetap beberapa kali MK itu memutuskan dia membuat norma baru. Nah ini kan yang membuat norma UU itu harusnya pembuat UU, tapi it's okay. Artinya di dalam hierarki peraturan UU kita sekarang putusan MK itu final and binding. Tapi saya kira ke depan memang positioning MK ke depan itu harus diperkuat," lanjut dia.

(fca/azh)

Read Entire Article