Fenomena 'Mati Kesepian' di Jepang Makin Ngeri, 700-an Warga Pilih Akhiri Hidup

1 week ago 8
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Tren 'mati kesepian' atau kodokushi di Jepang dinilai sudah masuk ke tahap yang mengkhawatirkan. Antara tahun 2018-2020 di Tokyo saja, ada 742 orang berusia remaja hingga 30-an tahun meninggal sendirian di rumah mereka. Kantor Pemeriksa Medis Tokyo melaporkan statistik tersebut pada Juli 2024.

Sekitar 40 persen jenazah dari keseluruhan temuan kasus, ditemukan lebih dari 4 hari setelah meninggal dunia.

Sampai saat ini sebenarnya tidak ada definisi hukum secara resmi terkait kodokushi. Istilah ini bisa bervariasi di antara lembaga pemerintah dan juga kota.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dikutip dari Japan Forward, Kantor Pemeriksa Medis Tokyo sendiri mendefinisikan kodokushi sebagai orang yang tinggal sendiri di rumah karena penyebab yang tidak wajar atau tidak bisa dijelaskan, seperti bunuh diri.

Sementara berdasarkan temuan Badan Kepolisian Jepang, ada 37.277 orang meninggal sendirian di rumah mereka selama paruh pertama 2024, termasuk mereka yang meninggal akibat bunuh diri. Jumlah kodokushi di Jepang secara keseluruhan tercatat didominasi oleh orang-orang berusia 65 tahun ke atas.

Selama 3 tahun terakhir, Kantor Pemeriksa Medis Tokyo menangani 1.145 kasus kematian di kalangan remaja hingga usia 30-an. Dari keseluruhan temuan kasus, 64,8 persen atau 742 orang di antaranya merupakan kasus kodokushi.

Kelompok terbesar dengan jumlah 402 kasus merupakan orang dengan usia 30-39 tahun. Lebih lanjut juga diikuti oleh mereka yang berusia 20-29 tahun (325 orang) dan 15-19 tahun (15 orang). Data juga menunjukkan kasus kodokushi pada kelompok 30-39 tahun mengalami peningkatan setiap tahunnya.

Meskipun pihak Kantor Pemeriksa Medis Tokyo tidak melacak penyebab kematian kodokushi, mereka meyakini kebanyakan dari kasusnya disebabkan oleh bunuh diri.

Fenomena ini dinilai berkaitan erat dengan tren pengabaian diri yang meningkat di kalangan generasi muda. Tren ini membuat mereka memutuskan hubungan sosial dengan orang lain. Mereka kemudian kehilangan kemampuan dan motivasi untuk mengurus diri sendiri.

Memutuskan hubungan eksternal lantas dapat mengurangi visibilitas masalah tersebut, sehingga kodokushi menjadi lebih sulit untuk dideteksi atau dicegah.

Faktor-faktor lain yang disebut dapat berkontribusi pada kasus kodokushi meliputi kesulitan ekonomi hingga demensia pada kasus lansia.


(avk/naf)

Read Entire Article