Dapat Sertifikat Elektronik, Kepala Adat di Bali: Hilang Bisa Print Lagi

1 week ago 2
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Bendesa atau Kepala Adat Asah Duren Kabupaten Jembrana Provinsi Bali, I Kadek Suentia menerima selembar Sertifikat Tanah Elektronik Hak Pengelolaan (HPL) untuk tanah ulayat. Sertifikat itu untuk memberikan kepastian hukum kepada tanah adat.

Adapun sertifikat tersebut diberikan langsung oleh dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di acara konferensi Internasional tentang Pendaftaran Hak atas Tanah Ulayat Masyarakat Hukum Adat di Indonesia dan Negara-negara ASEAN, Bandung, awal September 2024.

"Walaupun Sertifikat Tanah Elektronik itu bagi kami baru, tetapi kami sangat percaya. Karena jauh lebih bermanfaat dan juga jauh lebih kuat, karena ini sudah elektronik, ketika misal hilang nanti bisa di print lagi, sehingga sangat aman," kata I Kadek dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (10/9/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan tidak hanya bentuk fisiknya yang praktis karena hanya satu lembar, proses pendaftarannya pun terbilang mudah dan minim biaya.

"Mengingat ada banyak tanah adat yang diklaim milik individu, kami segera daftarkan agar tidak habis tanah adat kami, dan langsung difasilitasi oleh Kementerian ATR/BPN, sehingga terbit (Sertifikat Tanah Elektronik) dan ini semua tanpa biaya," tutur I Kadek Suentia.

"Itu semuanya dibantu oleh Bapak dan Ibu dari BPN juga jajaran terkait, baik pemerintah daerah maupun pemerintah desa, dalam hal ini kepala desa sangat membantu," sambungnya.

Dengan proses administrasi yang mudah dan minim biaya, dia mengatakan berkomitmen untuk mengajak seluruh masyarakat, khususnya masyarakat hukum adat untuk segera mendaftarkan tanahnya.

"Kami akan terus menyosialisasikan kepada teman-teman kami di desa adat yang lain, yang tentunya yang memiliki tanah ulayat agar segera didaftarkan, karena masih banyak yang belum didaftarkan," tutupnya.

Sebagai informasi, adapun dalam Konferensi Internasional pertama di Indonesia yang membahas mengenai Pendaftaran Hak atas Tanah Ulayat ini, hadir ratusan peserta yang berasal dari berbagai negara. Di antaranya perwakilan World Bank, World Resources Institute, perwakilan Lembaga Pertanahan Luar Negeri se-Asia Tenggara: perwakilan National Committee of Indigenous People (NCIP) Filipina, perwakilan Department of Agriculture Land Management (DALAM) Ministry of Agriculture and Forestry of Laos, perwakilan Office of the National Land Policy Board Thailand, perwakilan Department of Land Thailand; perwakilan Masyarakat Hukum Adat dari 9 provinsi di Indonesia; peserta dari Kementerian ATR/BPN; perwakilan dari kementerian terkait; para akademisi, organisasi mahasiswa, serta perwakilan beberapa universitas yang aktif dalam meneliti dan memperjuangkan masyarakat hukum adat di Indonesia.

(prf/ega)

Read Entire Article