BANK Rakyat Indonesia (BRI) mengusulkan skema penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di tahun depan dibagi menjadi dua, yakni mendorong inklusivitas dan graduasi pelaku UMKM. Skema berbeda penting dijalankan mengingat adanya perbedaan kualifikasi penerima kredit bersubsidi dari pemerintah tersebut.
"KUR harus mulai berbeda skemanya. Menurut saya ada dua skema, yakni dalam rangka inklusi dan dalam rangka menyiapkan graduasi atau pregraduasi," papar Direktur Bisnis Mikro BRI Supari dalam diskusi bertajuk Menuju Satu Dekade KUR untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional melalui Pembiayaan Usaha Produktif di Jakarta, Rabu (13/11).
Berdasarkan pengalaman BRI dalam menyalurkan KUR, lanjut Supari, plafon KUR Mikro yang saat ini dipatok maksimal Rp100 juta kerap tak terserap habis oleh debitur. Sementara mayoritas peminjam KUR Mikro menarik pinjaman di kisaran Rp30 juta hingga Rp40 juta.
"Kalau dalam kerangka inklusi, supaya yang mengakses semakin banyak, plafonnya sampai Rp50 juta saja. Selebihnya seperti apa? Kita siapkan KUR untuk pregraduasi," terangnya.
Kriteria pelaku UMKM yang masuk dalam fase pregraduasi (menuju naik kelas) dapat dilihat melalui kelancaran kredit. Jika pelaku UMKM menarik pinjaman bisa mengakses hingga Rp70 juta dan berlangsung hingga 4 siklus pinjaman, pelaku usaha itu dipandang layak untuk naik kelas.
"Kalau KUR plafon di bawah Rp50 juta itu bisa mengakses sampai dengan Rp70 dan stay selama 3-4 siklus, dia sudah siap ke kredit komersial," ujarnya.
Merujuk data kajian yang dilakukan BRI dan BRIN, KUR meningkatkan rata-rata pendapatan debitur 32%-50%. Kemudian KUR juga mampu meningkatkan keuntungan sekitar 34%-38%.
Lalu debitur KUR juga menghadapi peningkatan pengeluaran melalui angsuran KUR dan biaya teknis lainnya. Namun keterampilan teknis dapat mendorong efisiensi biaya. Selain itu, pelaku usaha yang mendapatkan KUR cenderung memiliki tenaga kerja 28% lebih tinggi dibandingkan non-debitur. (E-2)