Bayi Kembar Siam Dempet Kepala di Pakistan Berhasil Dipisahkan usai Operasi 14 Jam

2 hours ago 3
ARTICLE AD BOX

Jakarta -

Dokter bedah berhasil memisahkan bayi kembar siam yang menyatu di bagian kepalanya. Bayi perempuan kembar tersebut bernama Minal dan Mirha yang lahir di Pakistan pada 2023.

Bayi berusia satu tahun itu lahir dengan berbagi pembuluh darah vital dan jaringan otak, yang membuat operasi pemisahan sangat berisiko tinggi.

Prosedur ini dilakukan oleh ahli bedah saraf Inggris Profesor Noor ul Owase Jeelani dan timnya, di Rumah Sakit Kota Ankara Bilkent di Turki pada 19 Juli 2024.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun ada kemungkinan komplikasi, prosedur yang dilakukan selama 14 jam itu berjalan dengan lancar. Saat ini, tepat dua bulan setelah prosedur, Minal dan Mirha sudah bisa pulang ke rumahnya.

"Mereka mengalami pemulihan yang sangat baik, benar-benar luar biasa. Mereka seharusnya sudah bisa kembali ke Pakistan dalam beberapa minggu," kata Profesor Jeelani yang dikutip dari NYPost.

Profesor Jeelani dan rekan-rekan ahli bedahnya menggunakan teknologi Mixed Reality (MR) untuk membantu pemisahan kedua bayi perempuan itu. Kondisi yang dialami Minal dan Mirha yang secara medis dikenal sebagai 'kembar kraniopagus'.

Teknologi ini menggabungkan gambar 3D dengan dunia nyata. Hal ini digunakan untuk meningkatkan presisi selama operasi yang rumit.

Model 3D kepala kedua bayi kembar tersebut dibuat dengan bantuan teknologi MR, sehingga para dokter dapat berlatih operasi sebelum benar-benar melakukannya.

"Teknologi yang dikembangkan untuk melakukan pekerjaan ini membuat banyak operasi rutin yang kami lakukan menjadi lebih aman, tidak terlalu invasif, dan lebih efektif," jelas Profesor Jeelani.

Tim tersebut juga berhasil menyelesaikan operasi yang lebih kecil pada kedua bayi kembar tersebut pada 14 Juli. Itu dilakukan sebelum operasi pemisahan terakhir.

"Dapat memberikan masa depan baru bagi kedua bayi perempuan ini dan keluarga mereka, tempat mereka dapat hidup mandiri dan menikmati masa kecil mereka adalah hak istimewa yang istimewa," terang Profesor Jeelani.


(sao/suc)

Read Entire Article